Kamis, 20 Juli 2017

kurikulum ulama salaf


Kuttab Al-Fatih merupakan sebuah lembaga pendidikan yang merujuk pada pola tarbiyyah zaman Rasulullah dan para sahabat. Jumlah siswa dalam halaqoh biasanya hanya terdiri dari 12 orang dengan 2 ustadz didasarkan pada jumlah muslimin yang belajar pada tawanan Perang Badar. Penggagas Kuttab adalah Ustadz Budi Ashari dan Ustadz Muhaimin Iqbal.

Menurut ustadz Budi Ashari yang juga ahli dalam sejarah Islam ini, kesalahan dari pendidikan di negeri ini terletak pada sumber literaturnya. Sampai saat ini dunia pendidikan Islam kebingungan saat ditanya siapa bapak pendidikan Islam hari ini. Hal ini terjadi karena semua literatur yang digunakan dalam pendidikan Islam bersumber pada tokoh-tokoh yang bukan Islam. Sebut saja seperti Bapak Pendidikan Modern Jhon Amos Comenius yang menjadikan Al Kitab sebagai rujukannya. Anehnya dia lahir pada abad 15. Selain itu, faktor kurikulum sekolah yang selalu bergonta-ganti setiap pergantian presiden mengakibatkan guru dan siswa kebingungan dalam menerapkannya. Belum lagi masalah kualitas yang dihasilkan jauh dari nilai dan norma yang ada, akhirnya rusaklah moral para pelajar. Kerusakan moral para pelajar inilah yang jadi cerminan dari kualitas kurikulum yang ada saat ini.

Menurutnya, di negeri ini waktu menuntut ilmu terlalu lama dari SD hingga S1 namun output yang dihasilkan tidak ada, mereka bingung mau jadi saat lulus S1. Banyaknya teori yang diberikan dalam mengajar menjadikan anak-anak merasa terbebani. Harusnya kurikulum yang ada dibuat sesederhana mungkin sehingga anak-anak menjadi lebih cerdas dan pintar. Dalam sejarah Islam, ustadz Budi menerangkan bahwa saat kejayaan Islam, seorang remaja berusia 15 tahun yang bernama Muhammad Al Fatih, sudah menjadi wali kota . Dan saat usianya menginjak 22 tahun, ia menjadi khalifah. Ibnu Sina menjadi seorang dokter diusia 17 tahun. Begitu pula Imam Bukhori menjadi ahli Hadits pada usia 17 tahun.

Untuk itulah melalui Kuttab Al Fatih yang didirikannya di Depok, Ustadz Budi Azhar ingin mengembalikan kejayaan kurikulum pendidikan Islam di masa lalu yang telah terbukti banyak menghasilkan generasi-generasi pilihan. Konsep utama dari Kuttab sendiri adalah diawali dengan mempelajari Al Quran dan Hadits sejak anak usia 5 hingga 14 tahun. Sedangkan ilmu lain seperti sains, matematika ataupun yang lainnya bisa disisipkan disela-sela pembelajaran wajib Al Quran dan Sunnah.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa jenjang pendidikan di Kuttab dilalui dalam 3 tahun yakni Kuttab Awal 1 (6-7 th), Kuttab Awal 2 (7-8 th), Kuttab Awal 3 (8-9 th). Selanjutnya jenjang Qonuni hingga usia 12 tahun. Setelah lulus dari Kuttab Awal dan Qonuni, mereka memasuki jenjang Madrasah selama 6 tahun (usia SMP-SMA).



Syarat masuk Madrasah Al-Fatih ini adalah memiliki hafalan minimal 7 juz. Jika belum memenuhi syarat, maka calon siswa/i harus mengikuti kelas persiapan selama 1 tahun. Kuttab dan Madrasah Al-Fatih memiliki kurikulum sendiri dengan menggali dari kitab-kitab ulama salafus sholih yang dijadikan rujukan umat Islam, mereka tidak mengikuti kurikulum Diknas karena di dalam kurikulum Diknas banyak materi yang seharusnya tidak perlu dipelajari. Berbeda dengan kurikulum Iman dan Al-Qur’an, karena pasti dibutuhkan oleh setiap anak.

Ijazah yang digunakan Kuttab pun berbeda dengan Diknas, sehingga jika ada siswa/i yang ingin mengikuti UN dan melanjutkan ke sekolah umum, mereka menyediakan bimbingan belajar selama 3-6 bulan untuk persiapan ikut serta dalam ujian persamaan. Kurikulum Al-Fatih hanya ada 2, yakni kurikulum Al-Qur’an dan kurikulum Iman. Tahapan belajar yang diterapkan pun merujuk pada Hadits dimana tahapan belajar dalam Islam meliputi:

Pendengaran sebelum penglihatan
Hati sebelum akal
Membaca sebelum menulis
Menghafal sebelum menganalisa
Iman sebelum Al-Qur’an
Dalam kurikulum atau pelajaran Al-Qur’an, anak-anak menghafal Al Qur’an dimulai dari juz 30 melalui metode talaqqi (mendengar), membaca, dan muroja’ah (mengulang). Orangtua diberi tugas mengontrol hafalan a

inikah

mereka ini ada, ada yang bisa sempurna
ada hanya sekerdar bisa mengikuti untuk sempurna
ada yang hanya bisa melihat
ada yang tak mampu mengikuti 

inikan yang namanya proses
ada yang bisa berproses sempurna
ada yang menjadi sempurna

tapi apakah kita bisa sempurna
mungkin kah bisa 
atau